Jualan Agama

Alkisah, ada seorang petani di sebuah desa mempunyai hutang yang sangat besar kepada Marketer suatu Agama, hal ini biasa terjadi didaerah yang sangat kurang, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Mereka biasanya menawarkan bantuan keuangan, mereka tahu bahwa sang penghutang tidak akan sanggup membayar hutang mereka. Sebagai gantinya atau bayarannya biasanya sang penghutang dipaksa masuk ke Agama yang ditawarkan oleh sang Marketer. Istilahnya Paksa Rela,

Marketer dengan raut muka bijak dan penuh simpati mendatangi Petani yang sudah jatuh tempo.  Pak Tani, bagaimana keadaan keluarga? Sehat semuakan, ibu bagaimana? Sudah sembuh ya….Alhamdulillah (mereka bisa bertindak dan menjelma menjadi apa saja, namanya juga Marketer) semoga sehat-sehat terus ya pak.

Pak Tani menjawab, Alhamdulillah (Pak Tani memang beragama Islam) semua keluarga disini baik dan sehat semua, ibu (istrinya) juga sudah sembuh. Matursuwun nggih kisanak.

Setelah basa-basi, ngobrol ngalor ngidul sampailah pada pusat inti permasalahan…

Marketer, dalam misinya menagih hutang (sebenarnya ini misi yg entah ada diurutan keberapa), begini pak Tani, mengenai hutang tersebut, apakah bapak sanggup segera melunasinya pak? Sang Marketer dapat melihat tampang bingung dan gelagapan (tampang yang biasa dia lihat dalam proses seperti ini), begini pak Tani, kami bukan ingin menambah beban hidup bapak, tapi uang tersebut adalah uang dari jamaah, milik organisasi Agama kami. Bagaimana ya pak Tani…

Pak Tani tambah bingung, terdiam seribu bahasa…membisu, hati menangis sejadi-jadinya meratapi ketak berdayaan.

Begini saja pak Tani, saya kasihan, dan sudah melihat kehidupan bapak, sungguh sangat tak mungkin bapak mengembalikan hutang bapak kepada kami. Kalo di Agama kami, bapak bisa mendapatkan fasilitas seperti ini gratis, karena kita saling tolong menolong dan selalu mendapat bantuan dari pusat maupun internasional pak.

Pak Tani menjawab,”Aduh kisanak, tahu betul engkau, bahwa kami ini orang pa pa yang tidak punya apa-apa. Hidup terasa sempit dan sulit, tapi kami yakin Allah akan membantu kami, mohon kisanak sabar nggih.” Begitu pak Tani coba menetralisir keadaan dan men-delay pembayaran hutang.

Nuwun semu pak Tani, ini bukan kedatangan saya yang pertama kali untuk menagih hutang tersebut, bapak selalu mengatakan bahwa Allah, Tuhannya Pak Tani akan membantu, tetapi tak kunjung datang bantuan dari Tuhannya Pak Tani kan. Sudahlah, bapak sekluarga ikut dengan kami saja, Tuhan kami lebih baik…Ujar sang Marketer.

Tak sanggup aku meneruskan cerita ini, tak sanggup ku menyampaikannya, tak sanggup ku urai kata ini. Tampak lemah saudaraku disana, didera kemiskinan dan rongrongan sang Marketer, entah sampai kapan akan terus begini.

Kuhanya bisa menangis, meratap dan mengatakan…

“Agama Bukan Komoditi”

4 Tanggapan

  1. Mulailah bergerak untuk jumpa saudara2 seiman kita diluar sana tuk sampaikan pesan pentingnya agama..jgn cuma tinggal diam

  2. Realita itu bukan saja pada pak tani
    di komplek perumahan kelas menegah pun ada
    ( cerita teman saya di koplek tempat tinggalnya )

    salam kenal dari : http://myrazano.com

Tinggalkan Balasan ke Budhi Batalkan balasan