[Antara] Luna Maya, Infotainment dan Kita

Sosial Media menjadi tempat kita bermain, bercanda, berbisnis, bersilaturahmi dan bermuamalah. Suatu dunia yang sangat terbuka, sangat terbuka, bahkan kalo boleh dikatakan sangat-sangat telanjang.

Suatu opini atau tulisan, akan menjadikan suatu berita besar dan akan bergulir kemana-mana tanpa dapat dihentikan, hal ini terjadi bila yang ber-opini atau sang pembuat tulisan tersebut memiliki “nilai” atau mungkin opini atau tulisannya tak ber-”nilai” tetapi karena yang membuatnya adalah seorang yang ber-“nilai”, maka kemungkinan viral dari opini atau tulisan tadi bisa menjadi suatu berita yang ber-“nilai”.

Mengenai masalah nilai menilai, maka adakalanya nilainya hitam dan kadang kala penilain tersebut menghasilkan nilai merah. Adakala mendapatkan kredit positif dan seringpula mendatangkan kredit nilai negatif. Seringkali kita menganggap bahwa opini atau tulisan kita adalah suatu karya yang patut mendapat nilai positif tetapi kadangkala sang penilai memberikan hal sebaliknya. Apalagi dalam dunia sosial media ini sang penilai belum tentu layak menilai, karena hanya ada satu syarat dalam dunia ini, yaitu terkoneksi. Bukan seperti guru yang memberi penilaian, dimana dalam dunia pendidikan maka sang penilai sudah harus memenuhi berbagai syarat-syarat yang dipersyaratkan sehingga nantinya dalam memberikan penilaian dapat memberikan suatu penilaian yang objektif, adil dan berdasar.

Dunia sosial media, atau dunia 2.0 adalah dunia kolaborasi untuk menentukan mana yang penting, mana yang positif, mana yang negatif, mana yang ……. sehingga tidak ada suatu lembaga atau suatu individu-pun yang dapat berlagak paling tahu, paling benar, paling suci. Publik yang akan menilai, yang akan menjustifikasi dan mengklarifikasi atas segala opini dan tulisan yang kita publish kepada publik.

Kaitannya dengan ”Public Figure” adalah, bahwa mereka sering kali ”mohon koreksi jika saya salah” lupa bahwa mereka adalah sosok yang banyak ditiru oleh publik, baik prilaku, perbuatan, gaya bicara, gaya berbusana dan bahkan pemikiran-pemikirannya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa mereka adalah ”Rain Maker”, mereka dicinta, disayang, dinanti, dihujat, dicaci dan dirating oleh publik, kita. Hal ini dapat kita lihat bersama, bagaimana banyaknya follower saudara kita yang dinamakan ”Public Figure” tersebut.

Infotainment sebagai sebuah industri yang dekat dengan ”Public Figure”, mewartakan setiap gerak langkah yang dilakukan oleh ”teman dekat” mereka itu. Kala belum terlalu tenar, ”teman dekat” sangat dekat dan mencoba dekat-dekat dengan infotainment, karena reach pewartaan dari Infotainment sangatlah bermakna bagi pencitraan dan karir mereka (mungkin – karena gw bukan public figure…hehehe). Ketika karir telah menanjak, tuntutan PR (public relationship) menjadi kebutuhan yang menjadi-jadi, press dimana-mana, didepan rumah, di lokasi syuting dan dimanapun sang ”Public Figure” berada. Berat, terasa berat, dan menjengkelkan memang, tetapi itu adalah resiko dari pekerjaan atau pilihan karir yang dipilih.

Alasan-alasan, bahwa press telah melampaui batas dan melanggar privacy adalah sebuah pembelaan yang menjadi hak sang ”Public Figure”, boleh, dan memang diperbolehkan mereka untuk tetap diam tanpa makna. Seperti halnya ketika kita mendapat telfon dari telemarketing atau penawaran-penawaran produk dari sales people, sebagai masyarakat yang ber-muamallah dan mengerti tenggang rasa, dan mengerti arti kehidupan dan hidup, selayaknya kita menanggapi hal-hal itu dengan senyum dan tutur kata yang manis. Atau berikan gurauan-gurauan yang tidak menyinggung perasaan, karena mereka sangat-sangat butuh call, interaksi, prospecting dan closing. Karena nasib anak istri mereka sangat tergantung dari hasil pencapaian target mereka….Usaha mencari rejekipun harus memandang etika dan aturan, sehingga pencapaiannya menjadi berkah dan menyejukkan semua pihak.

Gw jadi teringgat 3 kata ajaib, yang sering kita lupa ucapkan dan tuliskan yaitu: ”Maaf”, ”Tolong” dan ”Terima Kasih”. Kata tersebut tidak merendahkan kita dan tidak mengandung arti kalah atau apapun tetapi lebih kepada suatu perkataan yang bisa diusahakan dan digunakan untuk menyelesaikan masalah dan memperpanjang tali asih. Sehingga tidak menjadi polemik, dukung mendukung dan aksi-aksi yang tidak perlu. Ayo….Berjabat tangan….rendahkan kejumawaan diri dan organisasi, kita saling membutuhkan….

“kita hanya tanah-tanah yang berujud dan dihidupkan oleh-Nya”

2 Tanggapan

  1. gini mas, gosip itu seperti buah duren…buat yang suka masih baunya juga udah suka, buat yang ndak suka barubau udah tutup hidung 🙂 ah tau apa saya….

  2. mgkin kita lebih bijak dalam menilai ssesuatu agar tidak sembarangan punya etika dan aturan

Tinggalkan Balasan ke tlangit Batalkan balasan